Jakarta - Mahkamah Agung (MA) 'deadlock' saat mengadili Peninjauan Kembali (PK) mantan Ketum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Rencananya, MA akan kembali mengadili kasus Anas pascalebaran 2019 ini.
"Permohonan PK atas nama Anas Urbaningrum (AU) belum putus," kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro kepada detikcom, Senin (10/6/2019).
Perkara PK Anas mengantongi nomor 246 PK/Pid.Sus/2018. PK Anas Urbaningrum itu diadili oleh ketua majelis Syarifuddin. Adapun anggota majelis yaitu Andi Samsan Nganro dan hakim ad hoc tipikor tingkat kasasi, M Askin.
"Majelis hakim PK yang menangani perkara AU tersebut sudah pernah sidang sekali, tetapi majelis masih perlu mempelajari sekali lagi dan selanjutnya sidang musyawarah untuk mengambil putusan. Mudah- mudahan setelah Idul Fitri ini sudah diputus, Insya Allah," ujar Andi Samsan.
Untuk diketahui, Syarifuddin sehari-hari merupakan Wakil Ketua MA bidang Yudisial. Ia kerap membuat putusan kontroversial di tingkat PK. Seperti membebaskan tiga terpidana korupsi triliunan rupiah tiga karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di kasus dugaan korupsi bioremediasi. Ketiga karyawan yang PK-nya dikabulkan adalah Kukuh Kertasafari, Widodo, dan Endah Rumbiyanti.
Selaku ketua majelis PK, Syarifuddin juga menyunat hukuman Wali Kota Medan 2010-2015 Rahudman Harahap, dari 5 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara di kasus korupsi APBD Tapanuli Selatan.
Syarifuddin juga menjadi ketua majelis Angelina Sondakh di tingkat PK. Kala itu, ia menyunat hukuman Angelina dari 12 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara. Selain itu, harta Angie yang dirampas juga dikurangi setengahnya menjadi Rp 20 miliaran.
Syarifuddin pula yang menyunat hukuman bos Sentul City, Cahyadi Kumala alias Swie Teng di tingkat PK. Syarifuddin mengubah hukuman dari 5 tahun penjara menjadi 2,5 tahun penjara. Swie Teng terbukti menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin agar mendapatkan izin pembangunan perumahan di kawasan Sentul.
Adapun M Askin, sebagai hakim non karier, M Askin dulunya adalah politikus PPP. M Askin kerap memberikan dissenting opinion dalam perkara-perkara korupsi yang ditanganinya.
Putusan M Askin yang diwarnai dissenting opinion seperti kasus korupsi Gubernur Riau Rusli Zainal. Menurutnya, hak politik Rusli Zainal tidak perlu dicabut. Alasannya, hukum tidak boleh didasarkan pada rasa benci dan sentimen balas dendam.
Mahkamah Agung menegaskan bahwa siapa pun tidak boleh mengintervensi hakim dalam mengadili perkara.
"Secara administrator, Mahkamah Agung harus menerima, memproses, meregister, menunjukkan Majelis Pemeriksa perkara. Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukumnya tidak ada atau tidak jelas," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, kepada wartawan, Selasa (4/6/2019).
Sebagaimana diketahui, Anas Urbaningrum divonis bersalah karena melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Ia dihukum 14 tahun penjara, denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan serta juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara.
Putusan M Askin yang diwarnai dissenting opinion seperti kasus korupsi Gubernur Riau Rusli Zainal. Menurutnya, hak politik Rusli Zainal tidak perlu dicabut. Alasannya, hukum tidak boleh didasarkan pada rasa benci dan sentimen balas dendam.
Mahkamah Agung menegaskan bahwa siapa pun tidak boleh mengintervensi hakim dalam mengadili perkara.
"Secara administrator, Mahkamah Agung harus menerima, memproses, meregister, menunjukkan Majelis Pemeriksa perkara. Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukumnya tidak ada atau tidak jelas," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, kepada wartawan, Selasa (4/6/2019).
Sebagaimana diketahui, Anas Urbaningrum divonis bersalah karena melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Ia dihukum 14 tahun penjara, denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan serta juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara.