Ada masalah soliditas dalam tubuh Partai Keadilan Sejahtera ( PKS). Sudah tercium sejak lama. Perbedaan pandangan terhadap orientasi partai melahirkan faksi. Mereka saling curiga dan mencoba membuang kader dengan cap tidak taat aturan
Partai berlambang padi dan kapas ini terbelah jadi dua faksi. Faksi Keadilan dan Faksi Sejahtera. Faksi keadilan diisi banyak senior di PKS. Bagian dari kelompok konservatif ini di antaranya mantan Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminuddin, mantan anggota BIN Suripto, Ketua Majelis Syuro Salim Segaf Al-Jufri, dan Presiden PKS, Sohibul Iman.
Sedangkan faksi Sejahtera diisi para kader muda yang dianggap faksi Keadilan sebagai kelompok liberal. Mereka adalah mantan Presiden PKS Anis Matta, Fahri Hamzah, Mahfud Siddiq dan para loyalis lainnya.
Anis Matta sejak lama memiliki konsep baru dalam berorganisasi. Konsep itu ditentang faksi keadilan. Padahal dia ingin PKS bisa menyesuaikan diri dengan model demokrasi negara. Sementara faksi seberang ingin mempertahankan konsep awal berdirinya partai.
Tahun 2015, Anis lengser sebagai Presiden PKS. Lalu digantikan Sohibul Iman dengan ditunjuk langsung Ketua Dewan Majelis Syuro Habib Salim Segaf. Upaya bersih-bersih pengurus loyalis Anis pun dimulai.
Awalnya dari adanya pemecatan sepihak dilakukan DPP PKS terhadap pengurus wilayah. Salah satunya DPW Denpasar Bali. Pengurus wilayah dipecat lewat pesan singkat tanpa menjalani prosedural. Peristiwa ini menjadi pemicu. Banyak pengurus PKS lain akhirnya menanggalkan atribut kebesaran partai.
"Pemecatan kader dan pengurus PKS di Bali karena dianggap oleh DPP loyalis (sebagai) Anis Matta," kata politisi PKS Mahfud Siddiq kepada merdeka.com pekan lalu. Mahfud mengaku belum tahu alasan PKS mencopot pengurus di Denpasar.
PKS mulai menekan tombol konflik, kata Mahfud menganalogikan masalah ini. Sebab banyak kader berada di lingkaran Anis Matta mulai bersihkan. Bahkan perkara memberikan tanda suka (like) tiap unggahan media sosial Anis Matta maupun Fahri Hamzah, bisa ditandai sampai dipecat. Tak jarang mereka merasa dipersekusi partai sendiri.
Mahfud menjelaskan dalam organisasi perilaku otoriter tak bisa selalu dibenarkan. Harus ada aspek rasionalitas dalam menentukan kebijakan. Terlebih Indonesia berkonsep negara demokrasi.
Saat rasionalitas ditanggalkan dalam pengambilan keputusan, akan muncul perlawanan atas putusan. Apalagi ada tuduhan sebagai loyalis tanpa diiringi konfirmasi. Akhirnya kader melakukan perlawanan yang sebenarnya memasuki tahap pembelahan.
Mantan politisi PKS Bali, Achmad Khanafi, membenarkan bahwa alasan pemecatan tidak jelas. Mereka dipecat dengan alasan sebagai loyalis Anis Matta. Pemecatan itu lantas mendorong kader partai ikut bereaksi. Apalagi kader yang dipecat merupakan mesin politik. Memiliki basis massa. Tak pelak, kader akar rumput akan mengikuti ke mana sang pemimpin bermuara. Mereka memutuskan untuk meninggalkan PKS.
Termasuk dengan Khanafi. Dia bahkan dipecat setahun sebelumnya. Pemecatannya dipicu karena memfasilitasi Fahri Hamzah saat datang ke Bali. Dia mengundang Fahri dan Ahmad Rosali Lubis dalam sebuah diskusi. Usai acara berlangsung, esok harinya, dia dipecat. "Setelah acara itu (Saya) dipecat," kata Khanafi akhir pekan lalu.
Tak hanya Khanafi, Mantan Ketua DPW PKS Situbondo, Imam juga mengalami pemecatan sepihak. Imam dicopot dari jabatannya lantaran dianggap berada di lingkaran Anis Matta dan Fahri Hamzah. Berbeda dengan Khanafi yang memang mengenal Fahri, Imam bahkan tidak menjalin komunikasi dengan Anis maupun Fahri saat itu.
Imam tak bisa meminta penjelasan lebih rinci. Semua terkendala karena kultur partai. Usaha untuk datang ke DPP pusat pun telah dilakukan. Namun, dia tak pernah mendapat penjelasan. "Kita yang dikeluarkan paksa ini dituduh bagian dari Anis Matta, padahal itu tidak benar. Kita ini hanya semata-mata merespon apa yang terjadi di mana tempat kita tinggal," cerita Imam.