Jakarta - Pendapat dua ahli meringankan dalam persidangan cukup memuaskan Ratna Sarumpaet. Kedua ahli berbicara seputar penerapan sangkaan pidana dan termasuk ITE.
"Sidangnya bagus, kesaksian ahli itu dua-duanya mematahkan dakwaannya ya, dakwaannya itu nggak laku semua, nggak masuk," kata Ratna Sarumpaet setelah menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Kamis (9/5/2019).
Ratna menyebut pendapat para ahli yang dihadirkan berdasarkan fakta. Dia berharap pendapat para ahli meringankan bisa menjadi pertimbangan majelis hakim memutuskan perkaranya.
Dalam persidangan, ahli pidana Prof Mudzakir berpendapat, bila seorang pembohong telah mengakui kesalahan, pemasalahannya selesai. Mudzakir mengatakan kebohongan yang dilakukan Ratna Sarumpaet dinilai hanya merugikan diri sendiri karena tidak relevan jika dijatuhi hukum pidana.
"Kalau orang bahwa dirinya telah menyatakan informasi yang tidak benar yang sesungguhnya informasi tidak benar ditujukan orang tertentu tidak pada publik tapi tiba-tiba dipublikasi. Itu berarti tujuannya hanya untuk orang-orang tertentu. Kalau dia sudah minta maaf, ya, sudah selesai urusannya," kata Mudzakir saat dimintai pendapat sebagai ahli dalam sidang.
Mudzakir juga menilai pasal tentang keonaran yang disangkakan kepada Ratna Sarumpaet kurang tepat. Menurutnya, dalam kasus Ratna, tidak terjadi keonaran seperti yang dimaksudkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Kalau penggunaan di Pasal 14 itu keonaran tidak terjadi itu tidak menyampaikan keonaran hanya menyampaikan informasi ke publik orang ini dianiaya ternyata orangnya salah, kemudian minta maaf, dan yang bersangkutan minta maaf sebagai bangsa yang berperikemanusiaan adil dan beradab kalau tidak menimbulkan kerugian," tuturnya.
Sementara ahli informasi transaksi elektronik Teguh Arifiyadi berpendapat, mengirim pesan dari satu orang ke orang lain tidak tergolong menyebarluaskan informasi. Penyebarluasan, menurutnya, terjadi bila pesan dikirim ke banyak orang dalam waktu bersamaan.
Teguh menjelaskan, landasan hukum penyebaran informasi itu diatur dalam Pasal 28 ayat 2 dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Pasal 28 ayat 2 ini merumuskan menyebarkan informasi yang menunjukkan kebencian terhadap individu atau kelompok tertentu pada masa tertentu berdasarkan SARA," ujar Teguh.
Sementara itu, pengacara Ratna dalam sidang menanyakan maksud keonaran dalam pandangan hukum ITE. Teguh mengatakan, dalam hukum ITE itu tidak mengenal istilah keonaran, yang ada adalah istilah trending topic.
"Jadi kalau bicara di UU ITE tidak ada keonaran. Kalau ada di internet, keonaran itu nggak ada. Yang ada trending topic," ujar Teguh.