Jakarta - Harga tiket pesawat yang menjulang tinggi bikin banyak orang resah. Buat milenial yang gemar liburan, berpengaruh besar nggak sih?
Lagi-lagi, soal milenial. Generasi ini seakan tidak berhenti menjadi perbincangan. Tetapi jadi kontradiksi juga. Di satu sisi, generasi di atasnya mengeluhkan tingkah mereka yang bisa dibilang berbanding terbalik dengan mereka saat seusianya. Tetapi, inilah pasar besar pelaku wisata masa kini.
Mau tidak mau, maskapai, sebagai salah satu penyedia layanan transportasi juga menjadikan milenial jadi salah satu pasar besarnya. Tapi dari sudut pandang milenial sendiri, terpengaruh nggak ya soal harga tiket pesawat domestik yang sedang meroket?
detikcom pun mewawancarai sejumlah traveler milenial dari berbagai latar belakang mengenai fenomena ini. Kira-kira, apa ya jawaban mereka? Berikut selengkapnya:
Syafi (32) seorang anak muda yang juga ibu rumah tangga menuturkan bahwa ia pun bekerja untuk memenuhi kebutuhan travelingnya. Namun semenjak tiket pesawat meroket, dia memilih untuk mengganti opsi transportasi.
"Masih mau liburan (ke dalam negeri) tapi cari opsi murah kayak naik kereta. Kalau bujet menyesuaikan sama destinasinya," ujarnya , Kamis (13/6/2019).
"Karena gue nyari duit buat liburan, jadi nggak ada batasan (dari pemasukan untuk bujet traveling) mau berapa. Kalau ke Bandung bujet maksimal (bersama keluarga) Rp 5 juta buat 2 hari, kalau ke Eropa ya Rp 50 juta jadinya," paparnya.
Lain halnya menurut Rinsa (23). Ia mengatakan, bahwa ketertarikan untuk liburan ke destinasi domestik cenderung berkurang. Ia memilih untuk liburan ke luar negeri.
"Jujur sih jadi malas. Mending ke Bangkok atau Jepang, dapat juga tiket murah biasanya," katanya.
"Kalau misalnya mau liburan domestik, pengennya ke Bali, setidaknya paling mahal Rp 2 juta. Sekarang ada aja yang paling mahal Rp 3,5 juta naik LCC. Terminal domestik katanya juga cenderung sepi, mungkin karena orang-orang lebih milih ke luar negeri juga," tambahnya.
Selain Syafi dan Rinsa, Ahmad (29) mengatakan bahwa ia masuk tertarik berwisata domestik namun dengan rute-rute tertentu. Bujetnya pun disesuaikan dengan destinasi yang ia pilih.
"Ke Bandung naik pesawat misalnya yang sebentar naik Citilink atau Wings Air 300-400 PP masih worth it lah. Tapi kalau bujet domestik ke area Jawa, Bali dan Sumatera maksimal Rp 3 juta PP," ujarnya.
Lain lagi dengan Fakhri (25) yang berasal dari Jakarta dan merantau di Berau. Ia mengatakan bahwa saat liburan kembali ke Jakarta, harga tiket yang menjulang membuatnya merasa berat. Ia berharap dengan adanya rencana kebijakan maskapai asing yang masuk ke pasar Indonesia dapat membantunya menangani masalah tiket mahal ini.
"Mau nggak mau kan kalau liburan pulang ke Jakarta. Dulu naik Lion Air Rp 2,4 juta PP, Sriwijaya Air Rp 2,8-3 juta PP sekarang Rp 3,7-4,2 jutaan. Semoga aja tahun depan beneran maskapai asing bisa bantu harga tiket turun," paparnya.