Satuan Reserse dan Kriminal Polres Tasikmalaya Kota kembali mengamankan seorang warga berinisial AS (54) yang diduga melakukan aksi pencabulan terhadap anak tirinya yang berusia 14 tahun. Aksi pencabulan warga Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya ini dilakukan sejak anak tirinya masih duduk di kelas VI sekolah dasar.
Kapolres Tasikmalaya Kota, AKBP Febry Kurniawan Ma'ruf mengatakan, penangkapan AS berawal dari laporan yang diterimanya dari masyarakat tentang perbuatan cabul seorang warga. Usai menerima laporan, beberapa setelahnya pihaknya langsung mengamankan di rumahnya.
"AS ini merupakan ayah tiri dari korban pencabulan," ujarnya, Kamis (25/7).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, aksi pencabulan yang dilakukan AS sudah berlangsung selama dua tahun. Selama kurun waktu tersebut korban tidak berani menceritakan apa yang dialaminya karena kerap diancam ayah tirinya.
Saat korban duduk di kelas VI SD, Febry menjelaskan, pelaku pernah melakukan aksi pencabulan saat menjemput pulang menggunakan sepeda motor.
"Saat itu tersangka meminta korban yang saat itu duduk di belakang agar pindah ke depan. Selama perjalanan, pelaku ini sempat beberapa kali meraba payudara anak tirinya," ujarnya.
Di kesempatan lainnya, dia menambahkan, modus yang dilakukan tersangka adalah membangunkan korban saat tengah tidur malam hari agar membuatkannya mie instan. Namun saat itu korban pun menolak karena merasa ngantuk dan hendak pindah tidur ke kamar ibunya.
"Saat keluar kamar untuk pindah ke ruangan ibunya tidur, tersangka ini malah menarik tangan dan membekap mulut korban. Korban sempat hendak berteriak, namun pelaku ini mengancam korban agar tidak melaporkan kejadian itu kepada siapa pun sehingga takut lalu diam tak melawan. Saat itulah kemudian AS ini memerkosa korban," terangnya.
Akibat perbuatan itu, AS dikenakan Pasal 81 ayat 3 dan Pasal 82 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016, tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak menjadi UU.
"Tersangka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun ditambah 1/3 hukuman lantaran merupakan keluarga korban," tutup Febry.