Labuan Bajo - Gigitan komodo memang mematikan. Namun reptil purba ini menyimpan senyawa luar biasa yang terkandung dalam darahnya. Senyawa itu diduga membuat 'Sang Naga' sukses melewati jutaan tahun tanpa punah seperti banyak saudara dinosaurusnya.
Senyawa itu disebut DRGN-1, tersimpan dalam darah komodo. Peneliti dari Amerika Serikat yang tak pernah menginjakkan kaki di Pulau Komodo berhasil mengambil 'kesaktian' dari darah Sang Naga, julukan untuk reptil langka ini yang sudah ada di bumi sekitar 4 juta tahun lalu.
Penemunya adalah Barney M Bishop dan kawan-kawan, para ahli kimia dari Universitas George Mason, Amerika Serikat. Mereka mulai menemukan keunikan darah komodo mulai 2013 lampau. Bishop tak pernah melihat komodo di alam liar dan dia sadar sepertinya tak akan ke Pulau Komodo karena butuh biaya banyak untuk mencapai pulau di Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur itu. Bishop mendapatkan darah itu dari seekor komodo yang dipelihara di Peternakan Aligator Taman Zoologi St Augustine, Florida. Komodo itu bernama Tujah. Setitik darah dia ambil dari ekor Tujah sejak 2012.
Rekan sepenelitian Bishop, yakni Monique van Hoek, menemukan senyawa yang disebut sebagai DRGN-1. Senyawa itu terkandung dalam darah sang naga. DRGN-1 adalah rahasia kenapa komodo tidak keracunan oleh bakterinya sendiri, meski mangsanya mati dan menjadi bekal bertahan hidup si reptil dari zaman ke zaman.
DRGN-1 bekerja dengan baik pada luka tikus laboratorium, padahal luka tikus itu telah diolesi bakteri super (superbugs), terdiri dari pseudomonas aeruginosa adan staphlyococcus aureus yang punya reputasi buruk sulit untuk ditangani. DRGN-1 ternyata mampu menyembuhkan luka di tikus itu dengan lebih cepat. Para peneliti membuka kemungkinan DRGN-1 juga bisa berguna sebagai antimikroba untuk tubuh manusia.
Dilansir dari situs resmi George Mason University, proyek penelitian ini didanai USD 7,57 juta oleh lembaga Departemen Pertahanan Amerika Serikat bernama Agensi Pengendalian Ancaman Pertahanan (DTRA). Bila dihitung dengan nilai tukar saat ini, dana itu sekitar Rp 99 miliar. Penelitian ini dimaksudkan untuk membantu para tentara agar cepat sembuh dari luka akibat senjata biologis.
DRGN-1 punya kemampuan menghancurkan biofilm (kumpulan sel mikroorganisme) yang melindungi bakteri. Setelah menghancurkan sistem pertahanan bakteri itu, DRGN-1 membunuh bakteri dan mendorong sel pasien yang terluka untuk cepat pulih. Namun penelitian ini masih perlu dilanjutkan ke arah pengembangan obat untuk hewan, barulah kemudian bisa dikembangkan ke arah produk untuk manusia.
DRGN-1 memang terkandung dalam darah komodo. Namun cara mendapatkan DRGN-1 bukan hanya dengan mengambil darah komodo saja, apalagi meminumnya, jelas tidak semudah itu. Cara mendapatkan zat pembunuh bakteri itu cukup rumit.
"Sintesis peptida DRGN-1 ini bukan peptida alami dari naga Komodo, namun peptida itu adalah hasil pengubahan supaya potensi dan kestabilannya lebih kuat," kata van Hoek.
Pertama-tama, plasma darah diambil dari komodo. Peneliti kemudian mendapatkan satu protein kecil dari darah komodo bernama VK25. Setelah berhasil mendapatkan VK25, para peneliti membalik susunan asam amino pada N-terminal dalam VK25 itu. Barulah setelah itu mereka mendapatkan DRGN-1.
"Hasil studi ini adalah peptida (protein kecil) turunan histon (protein yang larut dalam air) berperan lebih besar terhadap imunitas bawaan naga Komodo (Komodo dragon) ketimbang dugaan sebelumnya," demikian kesimpulan Barney M Bishop dkk dalam penelitian yang diterbitkan Jurnal Proteome Research, tahun 2017.
Obat gigitan komodo?
Gigitan komodo sendiri adalah horor bagi manusia, meski penduduk asli Pulau Komodo relatif jarang mengalami kasus gigitan komodo. Air liur komodo dipercaya sebagai sumber mautnya. Selain itu, komodo juga punya kelenjar bisa.
Dilansir ABC dari berita 9 Agustus 2017, bisa komodo ini mengandung zat anti penggumpalan darah. Associate Professor dari Universitas Queensland, Bryan Fry, memeras bisa komodo dengan cara membiarkan komodo itu menggigit tabung karet.
Liur berbakteri plus bisa komodo itulah yang menjadi senjata komodo. Soal obat gigitan komodo, belum ada yang berani mengklaim mempunyainya. Hasil penelitian dari Universitas George Mason di atas menjadi kabar yang cukup menggembirakan meski tidak langsung dikatakan itu bisa menyembuhkan gigitan komodo.
Kasmir Wan (37), warga Taman Nasional Komodo yang menjadi pemandu wisatawan (natural guide/ranger) di Loh Buaya menceritakan kepada detikcom, Senin (25/2/2019), rekan kerjanya pernah digigit komodo dan dilarikan ke rumah sakit di Bali. Selama dua pekan dirawat di rumah sakit, rekannya tidak menunjukkan tanda membaik.
"Kemudian salah satu orang tua di Pulau Komodo menyarankan agar rekan kami meminum air pelepah gebang yang ditumbuk. Teman kami meminumnya, dan dia mengatakan langsung segar dari kepala sampai kaki," kata Kasmir.
Belum ada penelitian bahwa gebang (Corypha utan) mengandung zat yang bisa menyembuhkan gigitan komodo. Yang jelas, gebang merupakan makanan umum anggota Suku Komodo pada zaman dulu. Saat ini gebang mulai ditinggalkan sebagai makanan karena pengolahannya yang repot dan pohon gebang di kawasan Taman Nasional juga tidak boleh ditebang.
Kasus gigitan komodo terhadap penduduk kampung cukup jarang meski pernah terjadi. Serangan mematikan pernah terjadi pada 2008. Peristiwa itu menjadi duka Jemaing (38) karena anak bungsunya yang masih kecil harus meninggal dunia setelah diserang komodo. Dia meminta agar Desa Komodo dipagari supaya komodo tidak masuk ke permukiman warga. Selama ini, komodo juga sering menyerang kambing dan ayam warga.
Selain Jemaing, ada pula Heri (29) yang saya temui di Desa Komodo. Dia memperlihatkan jejak serangan komodo di tangannya, berupa bekas luka sepanjang 15 cm di tangannya. Serangan terjadi pada 2001 saat dia masih kelas 3 SD. Beruntung, dia tak digigit, luka itu didapat dari cakaran komodo.